Selasa, 01 Januari 2013


Sekilas tentang Perbincangan ilmu Alam dan Humaniora 
Tentang penulisan sejarah sebenarnya masih terdapat perbedaan pendapat di kubu sejarawan akademik. Perdebatan ini diakibatkan oleh perbincangan para filsuf, ahli-ahli ilmu pengetahuan alam dan sejarawan, mengeanai masalah-masalah metodologi ilmu pengetahuan alam (naturwissenchaften) dan ilmu-ilmu Humaniora (Geisteswissenchoften) di abad XIX. Para sejarawan sebagian terpengaruh oleh positivisme dan ada pula yang terpengaruh oleh idealisme.   Yang pertama berpendapatan bahwa tidak ada perbedaan yang esensial antara berbagai cabang ilmu, yakni sejarah adalah bagian ilmu pengetahuan alam, yang menangani secara objektif fakta alam semesta. Pendapat ini berdiri di belakang Fustel de Coulanges.[1] Kelompok ini dianggap berusaha mencari kesamaan-kesamaan yang ber-ulang dan mencari generalisasi dari kesamaan-kesamaan itu. Dominasi pikiran positivis ini sangat kuat dan berpengaruh sampai abad ke-20. 
Perbincangan tentang ilmu sebenarnya terjadi pada abad ke-19 yang melahirkan aliran positivisme, yaitu suatu aliran yang dipengaruhi oleh kemajuan ilmu alam. Para penggagas aliran positivisme ini berpendapat bahwa, cabang ilmu bisa digolongkan menjadi ilmu pengetahuan apabila memenuhi syarat, yaitu adanya dalili-dalil atau hukum-hukum, sehingga mampu membuat generalisi dan prediksi atau membuat proyeksi ke masa depan. Fakta positivis diolah melalui ilmu-ilmu alam diterima sebagai fondasi  pengetahuan yang valid.   Apabila suatu cabang ilmu tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang dimaksukan oleh aliran positivism, maka tidak dianggap sebagaimana ilmu. Oleh karena itu ilmu-ilmu selain ilmu alam  (kemanusiaan, sosial, sastra, sejarah, filsafat) menurut aliran positivis tidak dianggap  sebagai ilmu, karena dianggap tidak mampu membuat hukum-hukum atau dalil.  Dominasi pikiran positivis ini sangat kuat dan berpengaruh sampai abad ke-20.   
Dominasi pikiran positivis ini akhirnya mendapat reaksi dari kaum neo-Kantianis yang dipelopori oleh Rickert, Windelband, dan Dilthey. Mereka berpendapat bahwa ada dikhotomi dalam ilmu pengetahuan, yaitu ilmu alam dan ilmu kemanusian (kebudayaan). Baik ilmu alam maupun ilmu kemanusian masing-masing memiliki kerangka berpikir dan  kedudukan yang sama. Masing-masing ilmu baik (baik ilmu alam, maupun ilmu kemanusianaan) mempunyai ciri-ciri yang nantinya akan berpengaruh pada teori dan metologi yang digunakan pada masing-masing ilmu.

Skema dikhotomi ilmu 
Ilmu alam
Ilmu Kemanusiaan
Nomotetis
Generalisasi
Deskriptif-analitis
Eksplanasi
Kuantitatif
Obyektif
Idiografis
Keunikan
Diskriptif-naratif
Interpretasi
Kualitatif
Subyektif

Berdasarkan dikhotomi di atas menunjukkan adanya perbedaan yang cukup esensial. Masing-masing ilmu memiliki ciri, sehingga kedua cabang ilmu (ilmu alam dan ilmu kemanusiaan) masing-masing memiliki otonomi dan memiliki kedudukan yang sama. Norma ilmu alam tidak dapat dipakai untuk mengukur ilmu kemanusiaan, dan begitu juga sebaliknya.
Dalam ilmu alam penemuan sacara ilmiah didapatkan dengan menggunakan dalil atau hukum, maka dalam ilmu kemanusiaan dengan cara membuat lukisan atau gambaran tentang kejadian yang unik. Oleh karena itu perbedaan antara ilmu alam dan ilmu kemanusiaan adalah, jika ilmu alam mampu membuat generalisasi, sedangkan ilmu kemanusiaan justru memperhatikan hal-hal atau kejadian yang khusus. Generalisasi dicapai melalui analisis, dan gambaran atau lukisan diperoleh melalui narasi. Generalisasi bersifat kuantitatif, sedangkan gambaran atau lukisan bersifat kulalitatif. Dengan demikian maka ilmu kemanusiaan memiliki cara kerja yang subyektif, sedangkan cara kerja ilmu alam bersifat obyektif dalam pengkajiannya.     
Apabila ilmu alam dan ilmu kemanusian terjadi dikhotomi yang kuat dikarenakan cara kerja kedua ilmu tersebut berbeda, maka ilmu sosial mengambil posisi ditengah yaitu, antara ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Karena ilmu-ilmu sosial mengkaji tindakan (action) dan kelakuan (behavior) manusia, mengamati pola struktur, lembaga, yang menunjukkan keteraturan dan keajegan yang kesemuanya mirip dengan hukum-hukum atau dalil yang ada pada ilmu alam. Dengan pola keajegan dan keteraturan pada ilmu sosial, maka ilmu sosial lebih dekat pada ilmu alam.
Pada perkembangan terakhir ilmu sejarah memiliki kedekatan baik dengan ilmu-ilmu humaniora maupun ilmu sosial. Implikasi dari perkembangan ini maka setiap penelitian membutuhkan kerangka referensi atau kerangka teori sebagai alat untuk menganalisis data. Sebagai bagian dari sub komunitas ilmiah maka sejarah juga memerlukan teori dan metodologi. Dalam perkembangannya, terdapat sebuah teori sejarah. Teori sejarah berkembang sesuai dengan kemajuan keilmuan di zamannya. Masing – masing universitas mempunyai tradisi teori sejarah yang berbeda. Di Amerika, cenderung teori sejarah yang non filosofis. Sedang di Belanda berkembang teori sejarah filosofis.

B. Pengertian Teori dalam Disiplin sejarah
     1) Teori
            Dalam disiplin ilmu sejarah terdapat perkembangan metodologi seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu yang lain, bahwa sejarah harus memakai bantuan konsep dan teori ilmu-ilmu sosial agar lebih kuat untuk merekonstruksi masa lampau. Namun pembahasan disini bukanlah teori-teori milik ilmu sosial. Melainkan, apakah sejarah sendiri mempunyai teori tanpa embel-embel (teori) ilmu sosial tentunya. Tanpa mengabaikan anjuran untuk memakai teori-teori ilmu sosial, maka perlu sedikit penjelasan mengenai apa itu teori. Dan disini tidak perlu berdebat mengenai definisi teori yang benar
     Teori dalam disiplin sejarah sering juga disebut kerangka referensi atau skema referensi. Kerangka teori atau kerangka referensi yang kadang disebut skema referensi atau presuposisi merupakan suatu perangkat kaedah yang memandu sejarawan dalam menyelidiki masalah yang akan diteliti, dalam menyusun bahan-bahan yang telah diperolehnya dari sumber-sumber dan juga mengevaluasi temuannya.[2] Kerangka referensi, aliran pemikiran adalah konfigurasi yang sangat umum yang di dalamnya biasanya dikelompokkan sebagian besar wawasan-wawasan teoritis yang relevan dalam ilmu-ilmu sosial.
  Fungsi teori dalam disiplin sejarah sama dengan yang terdapat dalam ilmu-ilmu lain, yaitu untuk mengidentifikasi masalah yang hendak diteliti, menyusun katagori-katagori, untuk mengorganisasi hipotesis yang melaluinya beberapa macam interpretasi dapat diuji. Teori tidak dapat memberikan jawaban kepada peneliti, tetapi teori dapat membekali peneliti dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukanterhadap fenomena yang hendak diteliti. Jika seorang sejarawan mengemukakan teorinya secara eksplisit dalam penelitiannya, maka tidak sulit bagi kita untuk menyimak keseluruhan teori yang dipakainya. Sehingga dapat dilihat, apakah teori itu dapat dibuktikan dalam kajiannya ataukah ia hanya dapat membuktikan sebagiannya saja.
Begitu pentingnya penggunaan konsep dan teori ilmu-ilmu sosial bagi sejarawan, maka para sejarawan harus mengikuti perdebatan yang terjadi para pakar ilmu-ilmu sosial, budaya yang bukan hanya percekcokan masalah terminology, tetapi lebih dalam lagi yakni yang menyangkut konflik-konflik mendasar mengenai sifat dasar fenomena social. Jadi sejarawan yang menggunakan teori-teori social, budaya mau tidak mau harus menerima perselisihan yang berlaku diantara pakar ilmu social, budaya.
Apabila sejarawan dianjurkan menggunakan teori-teori ilmu sosial, bukan berarti ingin menjadikan ilmu sejarah menjadi ilmu sosial atau ilmu budaya, tetapi sebagai konsekwensi logis bahwa sejarah adalah merupakan sub komunitas ilmiah, maka penggunaan konsep dan teori adalah sebuah tuntutan. Manusia secara individu maupun secara kolektif adalah komplek, maka studi mengenai manusia sebagai makhluk sosial mengharuskan orang mengenal konsep-konsep dan teori-teori sosial dan kemanusian.
Agaknya kita perlu mengetahui mengenai tiga konsep besar yang ada dalam sejarah. Yaitu, sejarah common sense, sejarah ilmiah dan sejarah filosofis. Masing-masing dari tiga konsep sejarah diatas, pada dasarnya sudah mempunyai teori sendiri-sendiri. Teori-teori yang ada dalam masing-masing konsep tersebut berkembang dengan sendirinya. Mungkin sedikit susah untuk mencari teori di dalam konsep sejarah common sense. Karena perkembangan sejarah common sense sudah ada sejak zamannya Herodotus dan Thucydides
            Jika teori merupakan sebuah hal yang penting dalam sejarah. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa yang namanya metodologi itu memerlukan sebuah teori dan konsep. Teori dan konsep hanya digunakan sebagai alat analisis dan sintesis sejarah. Oleh karena itu, untuk melengkapi pemahaman tentang teori, maka membicarakan konsep sejarah akan sangat membantu peneliti membuat pertanyaan dan menyelesaikan masalah yang akan diteliti.
2.       Konsep
         Untuk berfikir dan berkomunikasi secara efektif, maka semua manusia membagi-bagi dan mengelompokkan fenomena empiris atas dasar persamaan dan perbedaan-perbedaan. Dengan perkataan lain, manusia itu mengadakan konseptualisasi. Ide umum yang dipakai untuk membagi sesuatu dalam kelas-kelas adalah definisi konsep yang amat luas diterima orang. Konsep dapat juga didefinisikan sebagai kata benda umum manapun. Kekuasaan, kewibawaan, perkembangan, perubahan adalah contoh konsep yang biasa dipakai dalam ilmu
         Konsep melukis katagori tunggal, bukan pertalian antar katagori. Berbeda dengan ini, hipotesis, kerangka konseptual, teori-teori, dan model-model adalah selamanya member gambaran atau menguji pertalian antar konsep.
        Dalam bidang ilmu sosial maka dapat ditemukan tiga jenis konsep, yaitu empiris, heuristic dan metaphysic :
a.      Konsep Empiric, dianggap ada dalam dunia pengalaman. Bagaimanapun samar-samar atu abstraknya, terdapat asumsi bahwa, sesuatu yang dapat dikonseptualisasikan dapat dibuktikan dan diukur dengan panca indera. Melalui sejumlah konsep dapatn diketahui bahwa sesuatu itu dapat ditela’ah secara intelektual untuk tujuan mengidentifikasi berbagai aspek, memisahkannya dan menganalisanya. Jadi konsep adalah, abstraksi dari realitas, untuk menunjuk antara lain orang-orang, prilaku atau kelas-kelas fenomena yang lain.
b.      Konsep Heuristik, tidak dianggap nyata, tetapi digunakan untuk member gambaran mengenai pertalian empiris dan untuk menuntun research. Ahli antrologi, sosiologi, dan ekonomi, dalam mengkaji bermacam-macam selalu mengumpamakan masyarakat tipe ideal. Tipe-tipe ideal tidak dianggap ada tetapi berguna untuk membuat gambaran mengenai pertalian dalam dunia nyata (empiris)
c.       Konsep-konsep Metafisik, tidak mempunyai rujukan atau petunjuk empiris. Konsep-konsep jenis ini tidak dapat ditentukan dan diukur melalului rujukan terhadap data panca indera, dan tidak dapat diumpamakan secara spesifik untuk membantu dalam konseptualisasi pertalian empiris. “Tuhan” dan “huklum alam” adalah konsep-konsep metafisis, tidak dapat diubah untuk menyelidiki dengan metode ilmiah. Kehadirannya dan pengaruhnya harus diterima atas dasar keyakinan.
   
C.     Metodologi dan Metode dalam Disiplin Sejarah
Metodologi sejarah terdiri dari dua kata, yaitu metodologi dan sejarah. Metodologi sendiri berasal dari kata Yunani “metodos". dan kata metodos  terdiri dari dua suku kata yaitu metha yang berarti melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Secara epistimologi metodologi adalah, ilmu atau kajian yang membahas tentang kerangka-keranka pemikiran (frameworks) tentang konsep-konsep , cara atau prosedur untuk menganalisis tentang prinsip-prinsip, yang akan menuntun, mengarahkan peyelidikan dan penyusunan dalam suatu bidang ilmu (dalam bahasan ini adalah ilmu sejarah yaitu, kenyataan tentang peristiwa yang terjadi di masa lampau)
Fritz Machlup seorang pakar ekonomi dalam bukunya Methodology of Economics and Other Social Sciences menyatakan bahwa :
The Study of principles that guide student of any field of knowledge, and especially of any branch of higher learning (science) in deciding to accept or reject certain propotion as a part of the body of ordered knowledge in genersl or of their own diciplin (science)[3]
      Sejarawan G.J. Renier berpendapat bahwa, metodologi adalah sama dengan filsafat sejarah formal yaitu meneliti logika dan epistimologi sejarah sebagai disiplin ilmu[4]. Filsafat sejarah yang formal ini menurut W.H. Wals dinamakan filsafat sejarah kritis dan di dalamnya dibahas empat masalah yaitu : (1) sejarah dan bentuk-bentuk pengetahuan yang lain, (2) Kebenaran dan fakta dalam sejarah, (3) obyektifitas sejarah, (4) eksplanasi dalam sejarah.[5]
         Dalam sebuah buku yang cukup menarik karya F.R. Ankersmit mengemukakan antara lain mengenai filsafat kritis (metodologi), yang di dalamnya juga dibahas teori pengetahuan atau epistimologi sejarah. Judul asli buku ini Denken Over Geschiedenis: Een Overzicht van Moderne gescheidfilosoftsche opvttingen, 1984 diterjemahkan oleh Pater Dick Hartoko dengan judul Refleksi tentang Sejarah: Pendapat pendapat moderntentang sejarah (Gramedia: 1987).
              Berlainan dengan metodologi sejarah, maka metode sejarah adalah cara atau prosedur yang sistematis. Dengan kata lain, metode penelitian sejarah adalah cara atau prosedur yang sistematis dalam merekonstruksi masa lampau. Dalam ruang lingkup ilmu sejarah, metode penelitian itu disebut metode sejarah.   Terdapat empat langkah metode sejarah yang wajib hukumnya dilaksanakan oleh sejarawan dalam menulis karya sejarah. Empat langkah tersebut ialah, heuristic, kritik, interpretasi, historiografi.
              Gilbert J. Garraghan dalam bukunya  A Guide to Historical Method mengatakan bahwa, metode adalah, seperangkat azas dan kaidah yang sistematis yang digubah untuk membantu sejarawan secara efektif mengumpulkan sumber-sumber, menilainya secara kritis, dan menyajikan suatu sintesis hasil yang dicapai, pada umumnya dalam bentuk tertulis.[6] Buku mengenai metode sejarah yang terkenal di Indonesia adalah karya Louis Gottschalk, Understanding History yang sudah diterjemahkan oleh Prof. dr. Nugroho Notosusanto dengan judul Mengerti Sejarah juga bisa membantu memahami tentang arti metode sejarah.
Dengan demikian metode penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written). Dalam ruang lingkup Ilmu Sejarah, metode penelitian itu disebut metode sejarah. Metode sejarah digunakan sebagai metode penelitian, dan bertujuan untuk menjawab enam pertanyaan (5 W dan 1 H) yang merupakan elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana). Artinya, Apa (peristiwa apa) yang terjadi? Kapan terjadinya? Di mana terjadinya? Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu? Mengapa peristiwa itu terjadi? Bagaimana proses terjadinya peristiwa itu?


[1] . Dikutib oleh Prof. Dr. T. Ibrahim Alfian, M.A. pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Sastra Universitas gajah Mada, Yogyakarta, 12 Agustus 1985, hal.11
[2]Social Science Reseach (SSRC), The Social Sciences in History Study, A Report of the Communittee on Historiography, 1954,125
[3] Fritsz Mchlup, Methodologi of Economics and Other Sosial Science, 1978, halaman 55
[4] G.J.Renier, History: Its Purpose and Method. New York : Harper and Row Publisher, 1965, hal 84
[5] W.H. Wals, Philosophy of History; Introduction, Revised Edition, 1967, hala. 15-26
[6] Gilbert J.Garraghan, A Guide to Historical Method, 1984

Senin, 12 November 2012




Soal-Soal Ujian Tengah Semester
1. Salah satu bagian yang penting dalam dalam penelitian sejarah adalah melibatkan penjelasan tentang tindakan manusia.  apa yang dilakukan oleh sejarawan agar penjelasan tentang tindakan manusia masa lalu dapat dipertanggung jawabkan? Jelaskan!

2. Sejarawan mengumpulkan informasi tentang subjek yang dipilih, dengan cara yang cukup detail, kemudian memutuskan apa yang selanjutnya dilakukan dengan informasi mengenai data tersebut. Apa yang anda ketahui tentang kegiatan sejarawan pada tahap ini? jelaskan!

3. Apa fungsi dan peranan ilmu-ilmu lain (linguistik, sosiologi, antropologi) dalam penelitian sejarah. jelaskan!

* Jawaban diketik rapi disertai argumen yang jelas
* Huruf Time New Roman
* Font size 12


SELAMAT  MENGERJAKAN
 ILMU-ILMU BANTU SEJARAH


       Seorang penulis sejarah dituntut untuk menguasai bidang-bidang atau ilmu-ilmu sosial lain. Karena ilmu sosial akan mampu membantu memberikan analisis terhadap fenomena peristiwa masa lalu. Untuk mencapai hasil yang baiktentang penulisan sejarah, maka sejarawan tidak bisa bekerja sendirian dan berkubang dengan ilmu sejarah sendiri, yaitu tentang masa lalu umat manusia. Sejarawan memerlukan informasidari berbagai bidang untuk mendaapatkan data, tergantung pada kebutuhan dalam batas-batas penelitiannya. Istilah yang biasa dipakai untuk menyebutkan ilmu-ilmu bantu untuk penelitian sejarah adalah ilmu bantu sejarah (auxillary  disciplin) (Gilbert J. Garaghan 1984)
       Pada umumnya semua ilmu-ilmu sosial, juga non sosial saling bekerja sama dengan  disiplin ilmu sejarah, Antropologi membantu membantu dalam memahami sosial dan kebudayaan dari jaman pra sejarah, proto sejarah atau jaman prasastra. Ilmu psikologi menerangkan tingkah laku manusia. Ilmu psikologi sangat penting bagi ilmu sejarah untuk menganalisis fenomena yang penting seperti, revolusi, reaksi atau gerakan masyarakat, reaksi-reaksi dalam pidato. Ilmu psikologi juga membantu untuk memahami karakter dalam sejarah. Pada ilmu geografi, seorang sejarawan banyak belajar tentang lingkungan fisik atau pengaruh alam pada manusia., dan ilmu ekonomi memberi informasi tentang persoalan-persoalan ekonomi.
       Seorang sejarawan perlu mempunyai pengetahuan seluas mungkin dan selalu tertarik dengan tidak menutup kemungkinan dari bidang apapun agar penulisan sejarah dapat dipertanggung jawabkan Namun harus selalu sadar bahwa dengan bekerja sama dengan ilmu sosial bukan berarti akan menjadikannya sejarah sebagai ilmu lain. Beberapa ilmu bantu sejarah adalah :
a. Bibliografi
       Secara etimology, bibliografi adalah "diskripsi buku-buku atau ilmu pengetahuan mengeanai buku". Bibliografi adalah alat praktis bagi seorang sejarawan, yang manfaatnya untuk memberitahu tentang sumber-sumber atau bahan yang akan dipakai sebagai referensi dalam penelitian sejarah. Samuel Johnson dalam Garaghan, menyatakan bahwa, pengetahuan itu ada dua macam yaitu, kita mengetahu bidang bidang kita sendiri atau kita tahu dimana kita mendapatkan informasi tentang bidang itu, dan pengetahuan pada umumnya membangun di ats pengetahuan yang sudah ada. Oleh karena bibliografi sangat penting artinya bagi penulisan sejarah. 
       Penelitian sejarah sifatnya progresif, maka informasi tentang buku-buku akan sangat membantu pekerjaan sejarawan dalam upayanya melakukan penelitian, sehingga informasi tentang terbitan buku-buku baru sangat penting.  Oleh karena itu  dalam laporan penelitian perlu dicantumkan beberapa judul buku sebagai referensi penelitian, dan buku-buku yang merupakan kepustakaan dalam bidang sejarah.

b. Antropologi
       antrologi dalam arti luas adalah mempelajari tentang aktifitas manusian dengan berbagai akibat dari kegiatan manusia, termasuk struktur-struktur sosial yang berupa lembaga-lembaga sosial, paranata sosial, sistem sosial dan berbagai budaya yang sudah mempola. Berbagai informasi tentang kebudayaan masa lalu, data-data bisa didapatkan dari palaeontologi yang berkenaan dengan fosil-fosil dan sisa kerangka manusia. disamping itu juga bisa didapatkan dari archeologi yang berkenaan tentang peninggalan phisik dan kebudayaan yang sudah punah atau civilisasi. Bisa juga didapatkan dari ethnologi yang membicarakan tentang ciri khas ras atau suku, adat istiadat, etika dan budaya, seni, kepercayaan. Jika ethnologi mempelajari sebagaimana tersebut di atas, maka dapat juga disebut sebagai antropologi budaya.
       Ada prinsip yang pada umumnya dimiliki oleh orang-orang antropologi, bahwa perkembangan kebudayaan diakibatkan tidak hanya dari daalam, tetapi juga bisa diakibatkan dari luar. Dengan kata lain tidak ada suku yang berkembang dari kehidupan primitif menjadi beradab dengan sendirinya.  Ini disebut teori diffusi atau teori penyebaran, tapi berbeda dengan tepri evolusi sebagai suatu perkembangan secara sepihak menurut hukum-hukum yang ketat

c. Linguistik
       Data linguistik sebagai mitra ilmu sejarah membicarakan tentang perkembangan bahasa dan prinsip-prinsip yang mengaturnya, akan sangat membantu bagi peneliti/penulis sejarah. Salah satu bagian dari ilmu bahasa yang sering digunakan dalam penelitian sejarah adalah semiotik. yang disebut semiotik adalah ilmu tentang tanda. Semiotik ini digunakan hampir semua smua bidang ilmu baik eokonomi, sosial dan budaya, kedokteran, filsafat, linguistik, dan lain-lain.
       Saussure ahli semiotik mengatakan bahwa, "Bahasa adalah sistem tanda yang mengungkap gagasan, dengan demikian dapat dibandingkan dengan, abjad orang-orang bisu-tuli, upacara-upacara simbolik, bentuk sopan santun, dan tanda-tanda kemiliteran dan lain-lain. Bahasa hanyalah yang paling penting dari sistem-sistem ini. Jadi kita dapat menanam benih suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda di tengah-tengah hidup bermasyarakt....... ( Saussure, 1969)

d. Archeologi
       archeologin adalah pengetahuan tentang barang-barang kuno, atau peninggalan kuno, objek pisik atau materi dari kebudayaan atau peradaban yang sudah punah. Produk-produk seni rupa dan bangunan, patung lukisan, inskripsi, jembatan, pakaian, peralatan, senjata, mata uang, semua mempunyai cerita tentang kemajuan kebudayaan dan ekonomi di berbagai negara dan jaman.
       Pada umumnya peninggalan purbakala lebih dapat dipercaya buktinya dari pada dokumen tertulis, sehingga muncul satu anggapan bahwa archeologi terlalu mementingkan dirinya sendiri dan menganggap itu sebagai satu satunya sumber, padahal kenyataannya kebanyakan bukti sejarah dari sumber tertulis, sedangkan peninggalan purbakala masih perlu ditafsirkan lagi 

e. Geneologi
       Geneologi adalah ilmu tentang keturunan yang meliputi bukan hanya keturunan satu keluarga atau silsilah , tetapi juga termasuk jenis data catatan pegawai, pemerintah atau gerejawi. Penelitian geneologi dapat memberikan bukti-bukti penting bagi sejarawan dan seorang biograf. Catatan keturunan keluarga kadang-kadang merupakan satu-satunya sumber yang dapat dipakai untuk untuk memecahkan problema sejarah 
  


        
   

TEORI & METODOLOGI D ALAM SEJARAH

A. Arti Metodologi dan Teori dalam Sejarah
     Penulisan sejarah modern yang dimulai pada tahun 1957 telah menuntut para ahli sejarah untuk senantiasa mengikuti perkembangan ilmu-ilmu sosial . Karena sejarah dengan pendekatan ilmu sosial lebih mampu menganalisis gejala historis yang sangat komplek. Begitu kompleknya peristiwa masa lalu maka dalam melakukan analisis pengkaji memerlukan alat, baik metode, metodologi maupun teori.
     Metodologi sungguh berbeda dengan metode. Fritz Mchlup seorang pakar ilmu ekonomi dalam bukunya metodology of Eco nomics and Other Social Sciences menyatakan " The study of principles that guide student of any field of knowledge, and especially of any branch of higherlearning (science) (Fritz Machlup 1978 : 55).  
     Sejarawan Renier berpendapat bahwa metodologi adalah sama dengan filsafat sejarah formal yaitu, meneliti logika dan epistimologi sejarah sebagai disiplin ilmu. (G.J. Reiner, 1956:84). Filsafat sejarah yang formal ini menurut W.H. Walsh dinamakan filsafat sejarah kritis dan di dalamnya dibahas empat masalah yaitu, (1) Sejarah dan bentuk-bentuk pengetahuan yang lain, (2), kebenaran dan fakta dalam sejarah (3) objektifitas sejarah (4) Eksplanasi dalam sejarah (W.H. Walsh, 1967 :15)
       Dalam sebuah buku yang cukup menarik karya F.R. Ankersmit mengemukakan antara lain mengenai filsafat sejarah kriti, yang di dalamnya juga ahateori pengetahuan atau epistimologi sejarah. Judul asli buku ini adalah Denken Over Geschiedenis : Een Overzicht Von Modeme geschiedfilosfische Opvttingen, 1984, yang kemudian diterjemahkan oleh Pater Dick Hartoko dengan judul "Refleksi tentang Sejarah : Pendapat Modern tentang sejarah" (Gramedia 1987)
      Berlainan dengan metodologi sejarah, maka metode sejarah sebagaimana yang dikemukakan oleh Gilbert J. Garraghan adalah seperangkat azas dan kaidah yang sistematis yang digubah untuk membantu secara efektif mengumpulkan sumber-sumber, menilainya secara kritis dan menyajikan suatu sintesis hasil yang dicapai, pada umumnya dalam bentuk tertulis ( Gilbert J. Garraghan, 1984). Buku mengenai metode sejarah yang terkenal di Indonesia adalah karya Louis Gottchlalk, Unstanding of History yang sudah diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto dengan judul "Mengerti Sejarah"
     Meskipun metodologi mempunyai metode, tetapi metodologi bukanlah metode, dan bukan pula seperangkat metode, dan bukan pula diskripsi tentang metode-metode. Dengan demikian metode adalah teknik riset atau alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, sedangkan metodologi adalah falsafat mengenai teknik riset atau aturan tertentu, prosedur intelektual dalam sub komunitas ilmiah termasuk di dalamnya pembentukan konsep-konsep, memformulasikan hipotesis, dan menguji teori.
        Jika metodologi  mempunyai metode, maka metodologi juga berkaitan erat dengan masalah teori. Teori dalam displin sejarah juga seringkali disebut kerangka referensi atau skema referensi. Kerangka teori atau  kerangka referensi merupakan perangkat kaedah yang memandu sejarawan untuk menyelidiki masalah yang akan diteliti, dalam menyusun bahan-bahan yang telah diperolehnya dari sumber-sumber, dan juga mengevaluasi penemuannya (SSRC, 1954 : 125)
      "Kerangka Referensi, aliran pemikiran, adalah konfigurasi yang sangat umum yang didalamnya biasanya dikelompokkan sebagian besar wawasan-wawasan teorotis yang relevan dalam ilmu-ilmu sosial. Fungsi teori daisiplin sejarah sama dengan yang terdapat dalm ilmu-ilmu lain, yaitu untuk mengidentifikasi masalah yang hendak diteliti, menyusun katagori-katagori untuk mengorganisasi hipotesis yang melalnya beberapaam interpretasi data dapat diuji. Teori tidak dapat memberikan jawaban pada peneliti, akan tetapi teori dapat membekali peneliti dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan terhadap fenomena yang hendak diteliti.    
      Jika seorang sejarawan mengemukakan teorinya secara ekplisit dalam penelitiannya maka tidaklah sukar bagi kita untuk menyimak keseluruhan teori yang dipakainya. Kita dapat melihat apakah apakah teori itu dapat dibuktikan dalam kajianya ataukah ia hanya dapat membuktikan sebagaianya saja. Begitu pentingnya konsep dan teori ilmu-ilmu sosial bagi sejarawan, maka maka para sejarawan harus mengikuti pertengkaran yang terjadi diantara para pakar ilmu-ilmu sosial yang bukan hanya percekcokan mengenai masalah terminologi, tetapi lebih dalam lagi yakni yang menyangkut konflik -konflik mendasar mengenai sifat dasar fenomena sosial. Jadi sejarawan yang meminjam konsep-konsep dan teori-teori ilmu sosial mau tidak mau harus menerima perselisihan-perselisihan yang berlaku diantara pakar ilmu-ilmu sosial.
      Apabila sejarawan dianjurkan menggunakan teori-teori ilmu sosial, bukan berarti ingin menjadikan ilmu sejarah terjebak dalam kerangka pemikiran ilmu-ilmu sosial, tetapi hanya ingin menjdikan sejarah sebagai ilmu yang mampu menganalisis persoalan-persoalan sosial dan budaya, karena keberadaan sebagai manusia di masa lalu berada dalam komunitas sosial dan budaya.
      
B. Sekilas tentang Metode Sejarah
     Sebagaimana disebutkan diatas bahwa metode sejarah adalah seperangkat kaidah yang membantu peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Dengan demikian metode sejarah adalah membahas tentang penelitian sumber-sumber sejarah, kritik sumber, sintesis sampai kepada penyajian hasil penelitian. Metode sejarah merupkan langkah penting, karena tanpa metode penulisan sejarah tidak akan efektif. Dengan mengikuti aturan dan metode sejarah yang benar akan menjamin hasil yang bisa dipertanggung jawabkan.
     Metode dalam penelitian sejarah akan membahas tentang penelitian sumber, kritik sumber, sintesis sampai kepada penyajian hasil penelitian. Semua kegiatan atau proses harus mengikuti metode dan kegiatan atau proses harus mengikuti metode dan aturan yang benar. Dengan demikian metode sejarah sebagaimana disebutkan di atas adalah seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang sistimatis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan menyajikan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan. Adapun langkah-langkah praktis yang harus dilalui oleh peneliti sejarah berkaitan dengan penerapan metode sejarah adalah sebagai berikut :
       a) Heuristik, atau pengumpulan sumber yaitu suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data, atau jejak-jejak sejarah. sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara. Maka sumber dalam penelitian sejarah merupakan hal yang paling utama yang akan menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami oleh orang lain.
       b) Kritik sumber, adalah suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar memperoleh kejelasan  apakah sumber tersebut autentik atau tidak. Pada proses ini dalam metode sejarah biasa disebut dengan istilah kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat apakah sumber tersebut cukup kredibel atau tidak, sedangkan kritik ektern adalah kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapatkan autentik ataukah tidak.
         c) Interpretasi atau penafsiran, adalah suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang sumber-sumber yang didapatkan telah diuji autentisitasnya dan terdapat saling hubungan antara satu dan yang lain. Dengan demikian sejarawan memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan.
             d) Historiografi, adalah menyusun atau merekonstruksi fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis. Dalam penulisan sejarah ketiga kegiatan yang dimulai dari heuristik, kritik, analisis belum tentu menjamin keberhasilan dalam penulisan sejarah. oleh karena itu harus dibarengi oleh latiha-latihan yang intensif



Senin, 17 September 2012

I. Pengantar
        Sejarah selalu menjadi kontroversi jika bicara tentang kebenaran. Perbedaan kesimpulan yang dibangun atas dasar analisis para sejarawan  dengan berbagai sudut pandangnya telah membuka peluang terjadinya polemik yang tanpa henti. Maka haruslah diakui bahwa sejarah merupakan perwujudan proses intelektual sejarawan melalui metodologi dan perspektif yang digunakan. Hasilnya bisa dipastikan bahwa, subyektifitas merupakan bagian yang menarik untuk dibicarakan. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah obyektifitas dalam penulisan sejarah dapat terpenuhi jika persepsi sejarawan sangat dominan dalam mengungkap aktualitas masa lalu manusia.Oleh karena itu metodologi sejarah merupakan bagian yang sangat penting dalam perbincangan ini.
       Untuka mendiskusikan secara panjang lebar tentang bagaimana sejarah sebagai sub komunitas ilmiah dan  dapat mempertanggung jawabkan kebenaranya, maka peran metodologi sejarah sangat penting bagi peneliti sejarah. Tulisan singkat ini sebenarnya ditujukan bagi mhaasiswa semester V Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya. Demi memudahkan pemahaman maka perbincangan tentang metodologi sejarah maka mata kuliah ini akan dibagi menjadi dua semester yakni  pertama akan membicarakan metodologi dalam pengertian filsafat sejarah kritis, dan pada bagian dua tentang metode dan langkah peneitian sejarah yang arahnya bersifat praktis. Adapun sistimatikan perbincangan Metodologi sejarah I dalam semester ini akan dibagi dalam beberapa pertemuan sebagai berikut

II. Pengampu : Lilik Zulicha Madjid
     Hari          : Selasa
     SKS         : 2 SKS

III. Mata kuliah ini akan dibagi dalam beberapa pertemua sebagai berikut :
Minggu                    Topik
Ke-1                        Pengatar
Ke-2                        Pengertian sejarah dan perbincangan metodologi
Ke-3                        Posisi sejarah sebagai sub komunitas ilmiah
Ke-4                        Hubungan sejarah dengan disiplin ilmu sosial
Ke-5                        Pendekatan ilmu sosial dalam penelitian sejarah
Ke-6                        Obyektifitas dan subyektifitas dalam sejarah
Ke-7                       Data dan fakta dalam subyektifitas sejarah
Ke-8                        perbedaan Generalisasi dalam ilmu sejarah dan ilmu-ilmu lainnya
Ke-9                        Struktur logis penulisan dalam sejarah
Ke-10                      Sinkronis dan diakronis dalam penulisan sejarah
Ke-11                      Pereodesasi dalam sejarah
Ke-12                     Eksplanasi dalam penulisan sejarah
Ke-13                     Katagori sejarah

IV. Evaluasi Belajar
1. Nilai diperoleh dari
    a. UTS    20 %
    b. Tugas  30 %
    c. UAS   40 %
    d. Performen %

IV. Tugas Pertama, agar diskusi dan perbincanganmbacamateri ke-2 maksimal mahsiswa diwajibkan    membaca tentang sejarah dan polemik tentang postmodernisme